Rakyat Korban, TPNPB dan TNI Jangan Jadikan Wilayah Sipil Sebagai Arena Perang

Yogyakarta -- Ketegangan situasi di Kabupaten Nduga, Papua masih menyelimuti rasa trauma rakyat West Papua di Distrik Yigi dan sekitarnya. Hal ini terjadi karena beberapa hari setelah penyerangan yang dilakukan TPN-PB memicu terjadinya pendoropan militer(TNI dan Polri) Indonesia besar-besaran terjadi di Nduga.

Munculnya ketegangan situasi di Nduga tersebut berawal dari adanya penembakan 16 karyawan PT Istika Karya oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) pada 2 Desember 2018, di Distrik Yigi.

Karyawan adalah pekerja jalan trans Papua ruas Wamena-Yuguru.

Menyikapi situasi ini, Forum Pelajar Dan Mahasiswa Lapago Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar Konferensi Pers di Asrama Kamasan Papua, Senin (17/12/18), Yogyakarta.

Dalam Konfrensi pers tersebut Mahasiswa Lapagoo DYI Yogjakarta menyampaikan beberapa hal yang ditulis melalui rilis persnya sebagai berikut:

Dampak Kasus Penembakan (Operasi Militer) di Kabupaten Nduga Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia (Warga Sipil)

Peristiwa penembakan 16 karyawan PT Istika Karya pekerja jalan trans papua ruas wamena yuguru (2/12/18) di Distrik Yigi dan Kabupaten Nduga Papua; Hingga hari ini belum ada hasil penyelidikan yang disampaikan oleh Kapolda Papua dan jajarannya kepada publik.

Sementara yang terlihat dari beberapa informasi di media cetak dan elektronik maupun media online adalah kegiatan evakuasi korban serta pencarian beberapa karyawan perusahaan pembuat jalan trans papua tersebut yang diduga hilang dan atau belum ditemukan.

Bahkan terkesan justru yang terjadi di Kabupaten Nduga lebih menjurus ke operasi militer dibandingkan dengan kegiatan penegakkan hukum.

Dimana jarang sekali para pelaku “penyerangan” dari Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPN-PB) tersebut dibawa ke pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Dalam operasi militer yang terjadi hingga saat ini di Nduga, menurut laporan langsung dari masyarakat dilapangan mengakibatkan jatuhnya, 4 korban masyarakat sipil yang meninggal dunia diantaranya, atas nama Mentus Nimiangge (25 tahun) yang terkena tembakan dibagian leher oleh TNI pada tanggal, 7 Desember 2018, bertempat di Distrik Bulmu Yalma, Kampung atau desa Kiabikma. Status korban meninggal tersebut adalah kepala kampung yang terbunuh di kampungnya sendiri.

Sedangkan bebeberapa korban lainnya belum dapat teridentifikasi dikarenakan jaringan komunikasi yang sedang terputus.

Di lain sisi dampak dari peristiwa tersebut terkesan sangat menekan Masyarakat Sipil melalui praktek-praktek interogasi yang disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan, sehingga dalam situasi dan kondisi tertekan bahkan terancam , akhirnya masyarakat sipi di distrik Mbua, Dal, Bulmu yalma , Yigi, Nitkuri, Inikgal dan Yal mengungsi ke Hutan-hutan di beberapa distrik tersebut Kabupaten Nduga.

Lebih lanjut Mahasiswa menjabarkan beberapa Foto-Foto Masyarakat sipil Nduga yang tertembak akibat upaya penangkapan terhadap para penyerang yang dilakukan oleh pihak militer TNI.

Adapun Tuntutan yang diminta Berkaitan dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada masyakarat di kabupten Nduga dan distrik terkait maka kami Mahasiswa Papua mendesak kepada:
TPN-PB dan TNI Agar tidak menjadikan wilyah sipil sebagai area Perang dan Operasi militer.
Pemerintah Pusat, Propinsi, DPRP, MRP,BUPATI dan DPRD untuk segera menyikapi Korban pengungsi masyarakat sipil di Kabupaten Nduga.
Rasa trauma masyarakat dan pengungsian yang terjadi serta jatuhnya korban pada masyarakat sipil tidak bisa dibiarkan dan terus menerus terjadi diatas tanah Papua secara umum dan terlebih khusus di kabupaten Nduga. Sudah cukup! Biarkan kedamaian kembali hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapai kembali kehidupan bermasyarakat tanpa ada trauma dan berlanjutnya peristiwa serupa maka kami menuntut:
Pemerintah pusat untuk menghentikan dan menarik pasukan (TNI/POLRI) yang melakukan Operasi Militer di Nduga.
TPNPB dan TNI harus mengedepankan Asas-Asas Hukum Humaniter.
Gubernur Papua,Bupati Nduga dan pihak terkait, untuk segera mengevakuasi Pengungsi.
Presiden Joko widodo untuk menghentikan proses pembangunan jalan trans papua selama masyarakat Nduga belum aman dan pengungsi belum di Evakuasi.
Negara membuka akses jurnalis Asing maupun lokal untuk meliput situsi Nduga.

Posted by: Admin
Copyright ©Tabloid WANI
Read more

Dok Video Baca Pernyataan Saat Konfrensi Perss

Dokumentasi video singkat saat pembacaan pernyataan sikap saat konfrensi Pers. Bertempat di Asrama Mahasiswa Papua- Kamasan 1 Yogyakarta.


Dikirim oleh Amazia Alex pada Senin, 17 Desember 2018
Read more

Dok Foto Pembacaan Pernyataan Sikap




Isi pernyataan baca di link: Pernyataan
Read more

Isi Pernyataan Penolakan Pengangkatan Pangdam XVII dan Pembangunan Markas Militer

PERNYATAAN SIKAP 
FORUM PELAJAR DAN MAHASISWA WILAYAH ADAT LA-PAGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Terkait pengangkatan Pangdam XVII cendrawasi sebagai kepala suku dan pembangunan markas militer di Wamena

Pengangkatan pangdam XVII cendrawasi sebagai kepala suku adat oleh Alex Doga yang mengatasnamakan  seluruh kepala suku wilayah Pegunungan Tengah (La-Pago) dan bahkan seluruh Tanah Papua adalah perlakuan sepihak dan merupakan tindakan yang mencederai  hak kesulungan masyarakat adat . Maka, jelas sangat tidak layak seorang pangdam yang bukan sebagai orang asli setempat  kemudian dianggkat sebagai kepala suku adat.

Terkait dengan pembangunan markas militer. Jika ditinjau dari sejarah kelam kehadiran militer diseluruh tanah papua tidak terlepas dari persoalan politik papua yang adalah merupakan upaya merebut papua dengan kekuatan militer. Dan itu terjadi sejak rezim President Soekarno dalam mengumandankan TRIKORA hingga melahirkan operasi-operasi militer di papua hingga saat ini.

Hal ini kemudian dapat dilihat melaui berbagai macam operasi militer yang dilakukan di Papua sejak 1961 sampai saat ini , kemudian diakhir tahun 2018 ini militer secara represif melakukan berbagai macam tindakan semena-mena terhadap masyarakat sipil di beberapa daerah wilayah adat lapago seperti Puncak jaya, lany jaya,yahukimo ,wamena ,pegunungan bintang,tolikara dan Papua pada umumnya dengan berkedok pengamanan kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebuah lebel terhadap Tentara Nasional Papua Barat (TPNPB) hingga berakibat pada mengganggu kenyamanan masyarakat sipil.

Dengan ini sudah pasti jika, perencanaan  pembangunan beberapa markas besar meliter di Tanah papua seperti MAKO BRIMOB,MAKODAM,POLSUB SEKTOR dan lain-lain, dapat dengan mudah dibangun ,sehingga dapat melancarkan operasi-operasi militer di wilayah pegunungan tengah Papua (Lapago).

Dengan demikian kami Forum Pelajar dan Mahasiswa Wilayah Adat Lapago Daerah Istimewa Yogyakarta Pun menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Menolak pengukuhan pangdam XVII Cendrawasi sebagai kepala suku di wilayah pengunungan tengah papua

2. Menolak penyerahan lokasi 90 hektar di Assologaima dan Silokarno Doga

3. Menolak pembangunan MAKODAM di wilayah distrik Assologaima dan Silokarno Doga

4. Menolak penyerahan lahan di milima serta rencana pembangunan Polsubsektor dan pembangunan Mako Brimob

5. LMA bertanggung jawab atas pemberian legitimasi kepada Pangdam XVII Cendrawasi sebagai kepala suku di wilayah pengunungan tengah Papua.

6.  LMA harus bertanggung jawab atas segala bentuk operasi militer yang sedang berlangsung di seluruh  wilayah pegunungan tengah .

7. Mendesak Tim Pansus bentukan DPRP untuk menindak lanjuti pengukuhan terhadap pangdam XVII  Cendrawasi.
Demikian Pernyataan sikap Forum Pelajar dan Mahasiswa Wilayah Adat Lapago Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta ,13 November 2018

KOOR  LAPAGO

Lihat Videonya Pembacaan Pernyataan dibawah ini:

Read more